Yeni Galuh Forum
Hallo...!
Yeni Galuh Forum
Hallo...!
Yeni Galuh Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
IndeksLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Cerita Dari Millist

Go down 
2 posters
PengirimMessage
Justice Bao
-= Um Momod =-
-= Um Momod =-
Justice Bao


Male
Jumlah posting : 1991
Age : 52
Location : Jakarta
Job/hobbies : don't trust anybody
Registration date : 07.03.08

Cerita Dari Millist Empty
PostSubyek: Cerita Dari Millist   Cerita Dari Millist Icon_minitimeFri Mar 28, 2008 12:31 pm

Ini sebagian kecil artikel dari Millist saya .....

Siang ini February 6, 2008 , tanpa sengaja ,saya bertemu dua manusia
super.
Mereka mahluk mahluk kecil , kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya
diatas jembatan penyeberangan setia budi , dua sosok kecil berumur
kira kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong
plastik hitam.
Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue
diujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya
mengangkat tangan lebar lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan
sopannya oleh mereka dengan ucapan "Terima kasih Oom !". Saya masih
tak menyadari kemuliaan mereka dan Cuma mulai membuka sedikit senyum
seraya mengangguk kearah mereka.

Kaki - kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan ,
menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak
kecil yang penuh keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang
sama dengan saya, lagi lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima
kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tampat stok tissue
dagangan mereka tetap teronggok disudut jembatan tertabrak derai
angin Jakarta .
Saya melewatinya dengan
lirikan kearah dalam kantong itu , duapertiga terisi tissue putih
berbalut plastik transparan .

Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati
mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita , senyum diwajah
mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang
manggayut langit Jakarta .

" Terima kasih ya mbak .semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas
mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang
sejumlah sepuluh ribu rupiah .

" Maaf , nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak ? " mereka
menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan
sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah
mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

" Oom boleh tukar uang nggak , receh sepuluh ribuan ?" suaranya
mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka . sedikit
terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa
kembalian food court sebesar empat ribu rupiah .

" Nggak punya , tukas saya !" lalu tak lama siwanita berkata " ambil
saja kembaliannya , dik !" sambil berbalik badan dan meneruskan
langkahnya kearah ujung sebelah timur.

Anak ini terkesiap , ia menyambar uang empat ribuan saya dan
menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya
kegenggaman saya yang masih tetap berhenti , lalu ia mengejar
wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi.
Si wanita kaget , setengah berteriak ia bilang "sudah buat kamu saja ,
nggak apa..apa ambil saja !", namun mereka berkeras mengembalikan
uang tersebut. " maaf mbak , Cuma ada empat ribu , nanti kalau lewat
sini lagi saya kembalikan !" Akhirnya uang itu diterima si wanita
karena sikecil pergi meninggalkannya.

Tinggallah episode saya dan mereka , uang sepuluh ribu digenggaman
saya tentu bukan sepenuhnya milik saya . mereka menghampiri saya dan
berujar " Om, bisa tunggu ya , saya kebawah dulu untuk tukar uang
ketukang ojek !".
" eeh .nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !"
saya kasih uang itu
ke sikecil, ia menerimanya tapi terus berlari kebawah jembatan
menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.

Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya
, "Nanti dulu Om , biar ditukar dulu .sebentar "
" Nggak apa apa , itu buat kalian " Lanjut saya " jangan ..jangan Om
, itu uang om sama mbak yang tadi juga " anak itu bersikeras " Sudah
..saya Ikhlas , mbak tadi juga pasti ikhlas ! saya berusaha
membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari keujung
jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat , secepat
kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah
saya.

" Ini deh om , kalau kelamaan , maaf .." ia memberi saya delapan
pack tissue " Buat apa ?" saya terbengong " Habis teman saya lama sih
Om , maaf , tukar pakai tissue aja dulu "
walau dikembalikan ia tetap menolak .

Saya tatap wajahnya , perasaan bersalah muncul pada rona mukanya .
Saya kalah set , ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam
tissuenya .
Beberapa saat saya mematung di sana , sampai sikecil telah kembali
dengan genggaman uang receh sepuluh ribu , dan mengambil tissue dari
tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah.

"Terima kasih Om , !"..mereka kembali keujung jembatan sambil sayup
sayup terdengar percakapan " Duit mbak tadi gimana ..? " suara kecil
yang lain menyahut " lu hafal kan orangnya , kali aja ketemu lagi
ntar kita kasihin..." percakapan itu sayup sayup menghilang , saya
terhenyak dan kembali kekantor dengan seribu perasaan.

Tuhan ..Hari ini saya belajar dari dua manusia super , kekuatan
kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh , mereka
berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra , mereka
tahu hak mereka dan hak orang lain , mereka berusaha tak meminta
minta dengan berdagang Tissue.
Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan diumur
mereka yang begitu belia.

YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO

Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.

MT

Saya membandingkan keserakahan kita , yang tak pernah ingin
sedikitpun berkurang rizki kita meski dalam rizki itu sebetulnya ada
milik orang lain.

"Usia memang tidak menjamin kita menjadi Bijaksana , kitalah yang
memilih untuk menjadi bijaksana atau tidak"

Semoga pengalaman nyata ini mampu menggugah saya dan teman lainnya
untuk lebih SUPER.
Kembali Ke Atas Go down
http://www.kitlv.nl
YENI GALUH NURPRATIWI
-= Eyang Putri =-
-= Eyang Putri =-
YENI GALUH NURPRATIWI


Female
Jumlah posting : 2770
Location : KAHYANGAN
Job/hobbies : Beauty is my Life
Registration date : 05.10.07

Cerita Dari Millist Empty
PostSubyek: Re: Cerita Dari Millist   Cerita Dari Millist Icon_minitimeFri Mar 28, 2008 2:32 pm

Hemmm setuju banget ama sikap bocah2 itu.. Seperti sikap yang saya terapkan dalam hidup saya.. Saya hanya menikmati apa yang bisa saya dapat.. Bukan neko2 ato masih menginginkan hak orang lain.. Tapi saya sering dimanfaatkan oleh orang2 yang gak berudel..tapi ya wis lah..itu semua berarti bukan risky saya semuanya.. Hehehe Mengalir seperti air.. Ye...Yes...!!!
Kembali Ke Atas Go down
https://yenigaluh.indonesianforum.net
Justice Bao
-= Um Momod =-
-= Um Momod =-
Justice Bao


Male
Jumlah posting : 1991
Age : 52
Location : Jakarta
Job/hobbies : don't trust anybody
Registration date : 07.03.08

Cerita Dari Millist Empty
PostSubyek: Re: Cerita Dari Millist   Cerita Dari Millist Icon_minitimeSat Mar 29, 2008 12:37 pm

“Assalamu’alaikum, Ukhti!” suara melengking itu spontan membuatku mendongak. Tommy terlihat sumringah saat melihatku.

“Apa kabar nih? Lama nggak ketemu. Jadi kangen!”

Mulutku tercekat. Hari gini dia bilang kangen sama aku? Ugh. Rasanya aku ingin tenggelam ditelan bumi. Masalahnya saat itu aku tidak sendirian. Aku sedang bersama adik mentoringku. Masalahnya lagi, baru lima menit yang lalu aku mengisi mentoring tentang manajemen hati dan sikap. Nah, kalau sekarang aku disapa Tommy seperti itu kan jadi rumit. Bisa-bisa dikira aku punya skandal dengan ikhwan yang satu ini.

“Iya, liburan kemana aja, Ukh? Cerita-cerita dong!” Tommy masih nyerocos tanpa merasa bersalah sama sekali. Sementara itu aku senin-kamis menahan malu sambil menghindari tatapan adik-adik mentorku yang sesekali tersenyum nakal dan berdehem-dehem. Mungkin saat itu mukaku sudah berubah menjadi traffic light, merah kuning hijau. Tapi dia tetap saja cuek dan pasang innocent face.

Tommy adalah teman sekelas SD-ku. Enam tahun sekelas dengan nomor absen berurutan membuat kami lumayan akrab. Sering ngobrol, sering kerja kelompok, sering merancang ide-ide konyol, tapi sering bertengkar juga. Pokoknya dulu bisa dikatakan kami berteman baik deh. Waktu lulus SD, dia pindah ke luar kota. Tidak pernah ada kabar sampai tiba-tiba dia sudah satu jurusan, bahkan sekelas denganku di universitas. Tapi tentu saja semua sudah berubah. Paling tidak sekarang aku sedikit-sedikit juga tahu adab bergaul dengan lawan jenis.

Tapi, entahlah bagaimana dengan Tommy. Dia memang terbuka, suka bergaul, bercanda, dan ngobrol dengan siapa saja. Sepertinya sekarang dia juga sudah cukup paham. Sekarang kami sama-sama bergabung di rohis fakultas. Tommy sering juga ikut kajian umum di fakultas, sering terlihat kumpul bareng ikhwan-ikhwan mushala, sering ikut dalam kepanitiaan SKI, dan juga cukup sering menyebutkan dalil-dalil yang menunjukkan pengetahuan Islamnya cukup terakreditasi. Tapi untuk masalah ’centilnya’ ini, ah entahlah… .

”Kok diem terus sih, Van! Ngomong dong! Ngomong…!” Disuruh ngomong aku malah semakin kikuk. Apa lagi kalau mengingat nada suaranya yang mirip-mirip iklan operator telepon selular yang beberapa waktu lalu sempat populer, ”Ngomong dong, sayang..!” Weeit…!

”Iya, ya, liburanku biasa-biasa aja kok. Pulang cuma seminggu, belum hilang kangennya sama orang rumah. Kemari… nggak jadi deh!” aku nyaris saja keterusan bicara. Tadinya aku mau cerita kalau kemarin aku ketemu sama Dela, teman kami dalam hal gila-gilaan waktu di SD dulu. Wah, kalau tadi aku cerita, pasti obrolan nostalgia SD akan jadi panjang.

”Kemarin kenapa? Cerita dong… aku jadi penasaran nih.”

”Nggak usah, nggak penting kok! Anggap aja tadi aku nggak ngomong apa-apa”

”Uh… dari dulu kamu nggak berubah. Bikin orang penasaran.”

Aku cuma ngiyem mendengarnya.

”Eh, Van, Van. Kamu liat akhwat itu nggak?” Kali ini Tommy mengalihkan pembicaraan. Matanya mengarah pada seorang akhwat yang berbaju abu-abu di seberang. ”Emangnya kenapa?” Aku terpancing ingin tahu.

”Itu tuh, bajunya kok nggak match ya. Liat tuh, bajunya abu-abu, bawahannya hijau, jilbabnya item, eh… tasnya merah. Bagusan kan kalau roknya item dan tasnya apa gitu kek, yang penting jangan merah. Trus kaos kakinya itu lho, kok kuning. Aduh…!” Tommy sok-sok memberikan penilaian bak seorang desainer sambil memukul-mukulkan telapak tangan ke jidatnya. ”Payah ah, penampilannya! Kalau kamu hari ini sudah cukup match kok, Van. Bagus, bagus!” Tommy memandangi sekilas setelan biru yang kupakai.

Aku sudah tidak tahan mendengar komentar-komentarnya tadi. Siapa yang butuh komentar darinya? Kalau saja kami masih jadi anak SD, sudah kutonjok dia dari tadi. Hiiihhh!

”Plis dong, Akh! Penting nggak sih buat kamu? Kasian lagi kalau beliaunya denger kamu ngomongin dia kaya gitu. Bisa kehilangan pede. Lagian harusnya kan antum jaga pandangan dong!” jawabku ketus disertai tampang bete. Khusus kalau sedang bicara dengan Tommy kata-kataku jadi campur aduk, tergantung mood. Kadang pakai istilah akhi, antum, afwan, atau istilah-istilah Arab lain. Tapi kadang juga keluar aku, kamu, kasian deh lu, dan bahasa-bahasa gaul lainnya yang dulu biasa kami pakai.

”Emang nggak boleh ya komentar kaya gitu? Kalau aku malah seneng kalo ada yang ngeritik. Ah, wanita memang susah dimengerti.”

Aku menahan diri untuk tidak berkomentar sambil mengepal-kepalkan telapak tanganku di samping baju. Rasanya darahku sudah mendidih sampai ke otak. Melawan kata-katanya hanya akan memicu perdebatan yang sulit diramalkan endingnya.

”Eh, udah deh, aku pergi dulu ya.”

Tiba-tiba rongga dadaku terasa lega mendengar kalimat terakhirnya itu. Lega.

”Tapi Ukh, sebelumnya tolong liatin muka saya ada tip-exnya nggak?”

Saking gembiranya, aku langsung menuruti persyaratan untuk membuatnya menghilang dari hadapanku. Aku mendongak menatap wajah yang ditumbuhi sehelai jenggot itu. ”Nggak ada, kok,” jawabku.

”Makasih ya, Ukh! Tapi bukannya kita nggak boleh memandang wajah lawan jenis? Sudah ya, wassalamu’alaikum…!”

Tinggal aku yang bengong dan gondok habis. Ugh… kena deh! Awas ya!

***

“Assalamu’alaikum…” Sosok Tommy sudah muncul di depan kostku. Aku celingukan mencari teman yang mungkin dibawanya serta. Nihil.

“Waalaikum salam warah-matullah.. sendirian aja, Tom? Nggak bawa temen?” aku jadi kikuk. Serba salah. Setahuku kalau ada dua orang laki-laki dan perempuan maka ketiganya ada setan. Hiyy. Di sini ada setan dong!

Tommy sudah empat kali berkunjung ke kostku. Aku juga sudah selalu berpesan kalau dia harus mengajak seorang teman biar kami nggak ngobrol berdua. Tapi sampai sekarang dia masih suka nekat datang sendirian. Dan aku juga belum bisa mengusirnya dengan tegas. Nggak tega.

”Afwan, tadi cuma mampir karena habis beli jus dekat sini. Udah bikin tugas analisis konflik dan perdamaian, Ukh?”

”Udah, baru aja selesai.” Aku berusaha menghemat kata-kataku.

”Aku bingung nih, masalahnya gimana sih? Bisa minta tolong dijelasin nggak?”

Pertanyaannya bikin aku garuk-garuk kepala. Memaksaku untuk menjawab panjang lebar. ”Bisa nggak kalo nanya di kampus aja?”

”Tapi aku kan mau ngerjain nanti malem. Besok kita juga nggak ketemu di kampus. Padahal lusa harus dikumpulin.” Suaranya bernada kecewa.

”Emang nggak bisa nanya ke yang lain?!”

”Eh, kok ketus banget sih, Van! Aku kan udah bilang, mampir kesini karena kebetulan habis beli jus di samping kostmu, trus inget kalau ada tugas yang aku nggak ngerti. Jadi sekalian nanya. Malu bertanya sesat di jalan. Kita kan nggak boleh menyembunyikan ilmu yang kita miliki. Ya udah kalau nggak boleh.”

Tiba-tiba hatiku meluluh. Kena jebakan kata-katanya. ”Emang mau nanya apa sih?”

Tommy nyengir. ”Nah, gitu dong!”

Akhirnya terjadilah diskusi kecil kami selama hampir setengah jam.

”Makasih banyak, Vanti! Entar namamu kucantumin di daftar pustaka deh.” Tommy berusaha melucu.

Tapi bagiku yang sudah bete banget jadi tidak lucu sama sekali. Plis dong, Akh!

”Pulang dulu ya. Sampai jumpa. Mimpi indah ya! Bu bye..”

Gleg. ”Kok sampai jumpa sih? Pake bubye pula.”

”Eh, iya, afwan. Assalamu’alaikum…”

”Alaikum salam warahmatullah.”

***

Sepertinya belakangan ini Tommy menjadi sebuah masalah bagiku. Dan entah kenapa banyak kebetulan-kebetulan yang menyebabkan aku harus bersama dengannya. Misalnya pernah waktu jalan tiba-tiba kebetulan dia juga sedang jalan kaki dan tanpa sungkan-sungkan langsung mengajak ngobrol. Waktu beli makan di kantin juga ketemu. Tiga kali ketemu di toko buku. Ke perpustakaan juga ketemu. Di luar kebetulan-kebetulan itu, Tommy juga sering sekali mengirim sms, menelepon, dan menanyakan hal-hal yang sama sekali tidak penting. Suka curi-curi pandang, suka memujiku, dan hal-hal lain yang menurutku sangat menjengkelkan. Rasanya aku ingin beberapa hari cuti jadi orang yang mengenalnya, biar kalau ketemu lagi aku tidak perlu merasa begitu bosan seperti sekarang.

”Jangan-jangan kalian jodoh” Aku hampir tersedak waktu Ika tiba-tiba mengucapkan hal itu. Memecahkan keasyikanku menikmati makan siang di kantin Yu Jum.

”Uhuk… uhuk… hari gini ngomongin jodoh?!” aku buru-buru minum karena tenggorokanku tercekat.

”Emangnya nggak boleh? Kuliah sudah semester lima, umur sudah kepala dua. Kalau memang jodoh kan bisa segera…” Ika cengar-cengir melihatku.

”Astaghfirullah, ngapain sih ngomong kaya gitu, Ka? Jodoh itu rahasia Allah, dengan siapa dan kapan itu rahasia Allah. Nggak usah dipikirin pun toh kalau sudah tiba waktunya akan datang sendiri. Nggak bisa diundur dan nggak bisa dipercepat.”

”Iya, tapi kan kalau memang sudah siap maka makruh hukumnya menunda-nunda pernikahan.” Kali ini Ika mengedip-ngedipkan matanya centil. Membuatku serasa semakin ingin menghilang.

”Yee, siapa yang bilang sudah siap nikah?”

”Lho, kamu belum tahu ya? Tommy kan mau nikah muda! Jadi… jangan-jangan dia sudah punya calon. Siapa tahu…! Inget lho, kalau sudah ketemu jodoh dan mampu, maka makruh hukumnya menunda pernikahan.” Ika kembali bersemangat sekali membuatku jengkel.

”Udah ah… kamu bikin aku kehilangan nafsu makan aja, Ka! Kalau kamu berminat, bungkus deh buat kamu!” Ika hanya terkekeh mendengarnya.

***

Entah kenapa tanpa kusadari, obrolan dengan Ika itu menghantui pikiranku. ”Iya, jangan-jangan, jangan-jangan… oh tidak! Paling hanya aku yang ke-geer-an.

New sms! Handphoneku tiba-tiba mengoceh sendiri.

Ups, dari Tommy!

Vanti yang baik, tolong ya siapin surat izin pinjam tempat buat syura besok. Plizz, you are my only hope =)

Ih, apa-apaan sih ini kok minta tolong saja merayunya sampai maut begini. Nggak menghargai banget, masa ngomong sama akhwat masih tetap gombal-gambel kaya gini sih. Tiba-tiba pikiranku kembali melayang pada perkataan Ika siang tadi. Jangan-jangan…. Kadang sikapnya memang suka aneh sih, suka ngajak ngobrol lama-lama, suka memuji, suka sok kebetulan mampir dengan alasan beli jus. Padahal di dekat kostnya pasti juga ada yang jual jus, ngapain juga jauh-jauh beli jus sampai ke sini. SMS yang model begitu juga bukan barang baru lagi. Ihh.

***

”Hati-hati lho, Van!”

”Kenapa?” alis mataku terangkat refleks.

”Hati-hati lah… sama ikhwan kaya gitu!” tukas Evi, tetangga kamarku.

”Tahu nggak, kemarin Tommy ke sini lagi lho…”

”O ya?” kini mataku yang terbelalak.

”Hati-hati sama hatimu sendiri. Kan kamu sendiri yang bilang apa tuh… witing tresna jalaran suka kulina. Nah, kalau kamu tiba-tiba jadi suka sama dia gara-gara dia sering ke sini gimana?” Evi menatapku serius.

”Apalagi kalian sudah kenal sejak kecil kan?” pertanyaannya semakin menusukku.

”So what gitu lho…”

”Ya silakan ditafsirkan sendiri… aku cuma mengingatkan, setan itu cerdik bin lihai lho…”

Aku manggut-manggut.

”Harus bisa tegas!” tambah Evi lagi.

”Tegas? Maksudnya, kalau dia dateng lagi aku harus apa? Kalau dia sms nggak usah dibales gitu?”

”Iyalah… kalau dia dateng tuh, nggak usah dibukain pintu! Kalau sms nggak usah dibales. Kalau becanda nggak usah diladeni, pokoknya bersikaplah dingin!”

”O… gitu ya?”

***

Ternyata saran Evi cukup jitu. Tommy tidak lagi menjadi masalah bagiku dalam tiga minggu terakhir. Senangnya….

”New sms!”

Kuraih handphoneku.

Tommy!

Ass. Van, tidak saya kira, anti juga bisa bersikap tegas dan cool. Cocok dengan kriteria saya. Jadi, kapan anti siap menikah?

Pliss dong, Akh!

Tiba-tiba mataku memanas. Aku tidak sanggup bernapas lagi.

***
Kembali Ke Atas Go down
http://www.kitlv.nl
Justice Bao
-= Um Momod =-
-= Um Momod =-
Justice Bao


Male
Jumlah posting : 1991
Age : 52
Location : Jakarta
Job/hobbies : don't trust anybody
Registration date : 07.03.08

Cerita Dari Millist Empty
PostSubyek: Re: Cerita Dari Millist   Cerita Dari Millist Icon_minitimeMon Mar 31, 2008 10:52 pm

Pelukan Surga

Gadis itu merapikan jilbabnya yang tersingkap, yang berkibar tertiup angin dari arah haluan kapal. Berdiri bersandar di pagar besi pinggiran dek, sambil menyaksikan kapal Rinjani yang ditumpanginya perlahan merapat pada pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Sudah menjadi kebiasaan tak tertulis bagi sebagian besar penumpang, untuk berdiri berderet di pinggir dek sebelum kapal bersandar di pelabuhan. Tak terkecuali buat si gadis, yang meski sudah kesekian kalinya menumpang besi raksasa terapung itu, tetap saja dia menikmati saat-saat kapal berlabuh. Serasa ada momen penyatuan dirinya dengan tanah Jawa, tempatnya dilahirkan, setelah berpisah lama di pulau orang, hampir satu tahun.

Sambil memeluk ransel kecil dia menempelkan tubuh mungilnya pada pagar, supaya tidak terserempet orang-orang yang berseliweran di belakangnya. Perlombaan turun dari kapal selalu menjadi hal yang dihindarinya, terutama karena tubuhnya yang mudah terhimpit di antara tubuh-tubuh lain yang lebih besar. Menunggu jalur turun menjadi sepi, sambil melamun, tentu lebih nyaman bagi dirinya.

Apalagi saat ini kebahagiaan sedang menelusup di dalam hatinya. Dalam lamunan, dia bisa meresapi setiap sisi kebahagiaan itu, bersyukur atas kemudahan yang telah diberikanNya.

Pekerjaan baru yang dia dapatkan enam bulan yang lalu, telah menaikkan saldo tabungannya dengan nyata. Jika di pekerjaan sebelumnya, di kota yang sama, saldonya selalu kembali ke posisi semula di akhir bulan, namun di pekerjaan sekarang ini dia mendapatkan jauh lebih banyak pemasukan, di perkerjaan yang lebih layak baginya. Doa di setiap ibadahnya selama ini akhirnya terjawab
Kembali Ke Atas Go down
http://www.kitlv.nl
Sponsored content





Cerita Dari Millist Empty
PostSubyek: Re: Cerita Dari Millist   Cerita Dari Millist Icon_minitime

Kembali Ke Atas Go down
 
Cerita Dari Millist
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» .:: Cerita "Keberanian" ::.

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
Yeni Galuh Forum :: *** TAMAN SARI *** :: -= Sasana Pujangga =--
Navigasi: